Jumat, 24 April 2009

SAATNYA BOB HIPPY TURUN LAPANGAN LAGI

Bosan!!! Itulah kata-kata saya melihat dan mengikuti perkembangan figur-figur ketua PSSI kita. Kenapa? Karena kebanyakan aroma politik bermain dan membubuhi figur PSSI 1 tersebut. Sebut saja dari ketua umum jaman Ali Sadikin (pada saat itu Gubernur DKI Jakarta), Kardono (orang dekat istana), Azwar Anas (mantan menteri menko kesra) hinggga sekarang Nurdin Halid (mantan tokoh kader GOLKAR yang sempat tekena kasus korupsi. Pertanyaannya adalah: Mengapa harus mereka???

Saya jadi teringat dengan tokoh-tokoh murni pesepakbola seperti Frans Beckenbauer yang pernah menjadi ketua komite eksekutif di UEFA,Dejan Savićević mantan bintang AC. Milan yang pada akhirnya menjadi president Football Association of Montenegro (FSCG) atau bahkan Michel Platini, sang legenda Perancis yang saat ini menjabat orang nomor 1 di federasi tertinggi Eropa, UEFA.

Apakah kita tidak memiliki orang-orang sepakbola yang bisa duduk sebagai orang nomor 1 di PSSI? Saya jadi teringat dengan sosok akrab alm. bung Ronny Patinassarany, yang terakhir kali di April tahun 2008 bertemu dengan saya. Beliau dengan nada yang lantang berkeluh kesah menceritakan kesemrawutan organisasi olahraga tertua ini.
Bahkan alm. bung Ronny pernah berujar bahwa sebenarnya dirinya pernah ditawari oleh bos Medco, Arifin Panigoro, untuk maju sebagai ketua umum, menjadi opponent dari Nurdin Halid. Alasannya, karena bung Ronny adalah pemain legendaris Indonesia dan sudah lama bergelut di organisasi PSSI. Tapi lagi-lagi bung Ronny menolak, ”Pikiran saya tidak kesitu, Rez! Saya lebih bangga untuk tetap berkonsentrasi di pembibitan usia dini, guna membentuk talenta-talenta pemain berbakat di seluruh nusantara.” Wah..sungguh mulia sekali visi dan misi bung Ronny ini, pikir saya.

Kemudian, selang beberapa waktu sudah, saya juga bertemu dengan Bapak pembibitan usia dini Indonesia, siapa lagi kalau bukan pak Bob Hippy. Tokoh yang saya panggil akrab om Bob ini sudah lama serius dalam membina pemain-pemain muda dengan didirikannya sekolah sepakbola ASIOPI.



Keseriusan Bob Hippy dalam membina pemain-pemain muda dilandasi oleh rasa kerinduannya dalam melihat prestasi tim nasional kita seperti masa lalu. Seperti ia dulu yang berangkat dan berhenti sebagai pemain junior.

Mungkin kebanyakan dari kita belum banyak yang tahu siapa tokoh Bob Hippy ini. Nah..mari kita ulas sedikit kisah dari sang lengenda sepakbola kita yang bernama Bob Hippy ini.
Bob mulai mengenal sepatu sepak bola ketika menjadi siswa SMPN III Manggarai. Pada mulanya, Bob kecil yang dulu tinggal di Kramat VII Jakarta Pusat ini tercatat sebagai siswa Merdeka Boys Football Association, yang saat itu berlatihan di Lapangan Banteng.

Karena kemahirannya dalam bermain si kulit bundar, Bob Hippy menjadi murid kesayangan Joel Lambert, yang dikenal dengan panggilan Si Bung, guru di sekolah anak gawang itu. Bob juga mempunyai kelebihan lainnya seperti bisa bermain di banyak posisi, baik sebagai striker, gelandang kanan atau bahkan bek kanan. Hal yang saat itu jarang dimiliki pemain seusianya.

Dari Lapangan Banteng, Bob akhirnya terpilih sebagai pemain Persija Jakarta. Di tim Macan Kemayoran ini, ia mengawalinya sebagai pemain cadangan. Karena banyaknya pemain-pemain hebat, Bob memerlukan waktu hingga 3 tahun untuk tampil sebagai pemain inti.

Berikut ini Komposisi pemain Persija Jakarta pada saat dekade 1955 sampai 1960an: Paidjo, Effendi, Yudo (GK), Albert, Amanimpujo, Mochtar, Nazar, Sutedjo, Achmad Nor, Liong Hiauw, Kiat Shek, Dirhamsyah, Djumadio, Djamhur,Fatah, Bakir, Sailan, Joop De Fretes, Salen dan Bob Hippy.


Kehebatan Bob Hippy di Persija tak luput dari perhatian timnas Junior Indonesia. Dan akhirnya ia dipanggil ke pelatihan tim nasional, yang dipersiapkan untuk berlaga di King's Cup Bangkok, Thailand. Pada tahun 1957, Bob bergabung bersama pemain–pemain junior handal lainya seperti Muhammad Basri (sekarang pelatih Persela), Pua San Liong (Januar Pribadi), Tan Liong Houw (Latif Haris Tanoto), dan Sulby (striker PERSEBAYA yang dijuluki ”MACAN ASIA”). Akhir kata, tim nasional yang berada di bawah komando Benu Hetman dan asisten pelatih Djamiaat Dhalhar itu menyabet peringkat ketiga.


Sepulang dari Bangkok, Bob Hippy dipanggil Tony Pogacnik, pelatih asal Yugoslavia untuk bergabung di tim nasional GARUDA. Tim ini dipersiapkan untuk mengikuti Merdeka Games 1960 di Kuala Lumpur, Malaysia. Di timnas GARUDA ini, Bob bergabung bersama pemain-pemain muda berbakat lainnya seperti Omo, Anjik Ali Nurdin, Sulby dan Ipong Silalahi.


Untuk menjaga kekompakan squad mudanya, Tony Poganick merencanakan sistem Pelatnas jangka panjang. Sistem pelatnas berjalan ini, dilangsungkan ke berbagai negara di Eropa Timur, seperti Rusia, Bulgaria, Rumania dan Cekoslovakia. Di negara-negara tersebut, tim nasional diuji coba dengan sejumlah klub dan tim nasional setempat.

Setelah dua tahun melakoni pelatnas berjalan, tim nasional berangkat menuju Malaysia. Pada turnamen itu, Indonesia meraih gelar juara setelah di final mengalahkan Korea Selatan 1-0. Dan gol tunggal Sulby, si macan Asia, adalah berkat buah umpan manis dari Bob Hippy. Kiper Korea tak berhasil menghalau bola dan lahirlah sebuah gol cantik. Kemenangan itu hanya berbuah kebanggaan. "Tak ada bonus seperti zaman sekarang," ujar cerita dari om Bob.



Setelah banyaknya kasus suap yang melanda sepakbola Indonesia, pada 1969 Bob berangkat ke Amerika. Di negeri Paman Sam itu, Bob tak hanya bergelut dengan buku-buku yang kelak membuatnya menjadi pintar. Ia juga tercatat sebagai pemain bola di kampusnya. Ia bertanding hingga ke Inggris, Spanyol, dan beberapa negara di Eropa. "Saya satu-satunya pemain Indonesia yang memperkuat Amerika," kata Bob. Karena itu, Bob dianugerahi Hall of Fame dari University of America.

Andai kata Bob Hippy pada saat itu masih bertahan di Indonesia, mungkin saja beliau sudah menjadi pemain yang lebih melegenda macam Ronny Patinassary atau Sutjipto Suntoro. Tapi sebuah pilihan hidup tetaplah sebuah pilihan, karena pada masa itu sepak bola Indonesia belum mencapai tahap profesional seperti saat ini, jadi banyak pertimbangan yang dipikirkan untuk seseorang menggantungkan hidupnya pada si kulit bundar.



Tidak banyak yang diperoleh Bob dari perjalanan sepak bolanya itu. Sekembalinya dari Amerika, Bob menjadi pengurus Persija Jakarta dan PSSI pada era Azwar Anas. Di sela-sela kesibukannya sebagai orang kantoran, Bob sempat menjadi ketua perkumpulan para pelatih Indonesia.

Dalam bincang-bincang saya dengan om Bob, beliau dengan jiwa menggebu-gebunya bercita-cita membangun squad tangguh Indonesia yang terdiri dari pemain muda. Memang hal ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Namun, jika hal itu dipupuk sejak dini, maka bukan tak mungkin dalam beberapa dekade ke depan, Indonesia sudah bisa menjadi salah satu kekuatan sepakbola di Asia, ujarnya.





Hal ini sudah dibuktikan dengan lahirnya calon striker muda Indonesia, Syamsir Alam. Samsir adalah jebolan terbaik binaan ASIOPI yang saat ini sedang berkompetisi di Uruguay. Mungkin apabila Samsir akan berkembang terus bebeberpa tahun mendatang, Samsir akan menjadi striker terbaik Indonesia bersama Irvin Museng (pemain nasional junior kita yang pernah bermain di Ajax junior).

Melihat om Bob dengan semangatnya untuk mengangkat sepakbola Indonesia, mengingatkan saya dengan tokoh-tohoh macam Platini, Beckenbauer dan Savićević selain mereka sukses dalam bermain bola, mereka juga sukses dalam memimpin sebuah organisasi sepak bola.

Bayangkan, dalam usianya yang sudah tidak muda lagi, visi dan misi memajukan sepakbolanya om Bom tak pernah luntur. Tokoh seperti inilah yang kita perlukan dalam memimpin PSSI di masa datang. Dengan kemauan dan disiplin ala om Bob, maka prestasi lambat laun akan terbentuk, dengan mental-mental visioner bermain yang baik juga akan muncul.

Sebuah harapan untuk om Bob, sepertinya sudah saatnya om Bob untuk turun lapangan lagi, tetapi tentunya bukan untuk bermain bola. Tetapi untuk bermain menjadi posisi PSSI 1, memimpin pasukan mudanya dalam rangka mengangkat prestasi sepak bola kita.
Perjuangan kita belum selesai om Bob!!”
Rezza Lubis untuk TOTAL FOTTBALL INDONESIA

Jumat, 10 April 2009

Arsenal Iringi Kepergian Fandi Ahmad

Pada masu lalu , tim nasional PSSI sering kebanjiran tamu hebat. Mulai dari Dinamo Moskow dengan Vlademir Bubukin-nya, Santos dengan Pele-nya, timnasional Uruguay sampai yang pernah saya saksikan langsung kedatangan tim Sampdoria dan Lazio.

Dua klub Inggris Queen’s Park Rangers dan Stoke City, PSV Eindhoven (Belanda), Kristiansand (Norwegia), Ebsbjer (Denmark) juga pernah berkunjung ke tanah air.

Ingat ketika tahun 1983, Arsenal melawat ke Indonesia, Reputasi klub asal London kala itu belum se hebat sekarang. Di tahun itu di Inggris sedang becokol era Liverpool, Nottingham Forest, Everton dan Aston Villa.

Tepatnya pada tanggal 17 Juni 1983 saat melawan Juara Galatama, Niac Mitra, sungguh membelalakan mata. Arsenal kalah 2-0. Fandi Ahmad membuat gol di menit 37, dan di tutup oleh Joko Malis di menit 85’. Hasil kekalahan Arsenal ini menutup perjalanan tour mereka di Indonesia. Sebelumnya The Gunners menang 3-0, atas PSMS plus di Medan, dan 5-0 atas PSSI Selection (Elly Idris cs) di Senayan. Hasil pertandingan ini bahkan membuat banyak orang beranggapan Niac Mitra sebenarnya jauh lebih kuat dibandingkan timnas PSSI. Laga pertandingan ini bahkan juga dianggap jauh lebih hebat kala Persija Patar Tambunan cs saat menahan PSV dengan Erik Gerts dan Ruud Gullit-nya 3-3 di Senayan.



Tetapi banyak juga yang berangapan lain, Menurut cerita pada saat itu,kekalahan Arsenal sengaja di buat, alasanya lantaran waktu bertandingannya yang jam 2 siang. Termasuk juga waktu persiapan tim Arsenal yang sudah kelelahan menjalani 2 pertandingan sebelumnya. Di tambah lagi alasan lainnya diusirnya Alan Sunderland oleh Ruslan Hatta. Tapi apaun alasannya publik kota Surabaya, tetap meng elu-elukan 2 pemain Singapura, David Lee (kiper) dan Fandi Ahmad (striker) sebagai bintang lapangan.

Formasi Niac Mitra pada saat itu :
Kiper :David Lee
Belakang : Budi Aswin, Wayan Diana, Tommy Latuperissa, Yudi Suryata
Tengah : Rudy Kalces, Rae Bawa/Yusuf Malle, Joko Malis, Hamid Asnan/Syamsul Arifin,
Depan :Fandi Ahmad, Dullah Rahim/ Yance Lilipaly


Semenatar The Gunners diperkuat si legenda hidup David O’ Leary, kiper legendaris Irlandia, Pat Jennings, serta dua pemain nasional Inggris Kenny Samsom dan Graham Rix.

Partai ini pun menjadi sejarah atas keperkasaan juara Galatama Niac Mitra, dan menjadi kenangan perpisahan terindah bagi Fandi Ahmad, karena striker Singapura yang ternyata mempunyai darah Pacitan ini akan ditrasfer ke klub Groningen Belanda.


Masyarakat pendukung NIAC Mitra beserta Acub Zainal (ketua umum NIAC Mitra), A. Wenas (manajer), dan M. Basri (pelatih), merasakan pertandingan NIAC Mitra vs Arsenal sebagai partai "sayonara", partai perpisahan bagi dua pemain asingnya (Fandi Ahmad dan David Lee).


Kepergian Fandi ini juga dikarenakan, sejak 7 Juni 1983 (PSSI) di bawah ketua umumnya Sjarnoebi Said, melarang keberadaan pemain asing di persepakbolaan (semi) profesional Indonesia. Fandi Ahmad misalnya, yang dikontrak NIAC Mitra sampai 31 Agustus 1983 ini mau tidak mau harus meninggalkan Indonesia.

PERJALAN ARSENAL DI INDONESIA
- Arsenal vs PSMS Medan 3-0
Komposisi pemain : Jennings, Hill, Sansom, Talbot, O'Leary, Whyte, McDermott (1), Nicholas P, Chapman (Meade (1)), Sunderland (Lee (1)), Davis.

- Arsenal vs PSSI Selection 5-0
Komposisi pemain : Jennings, Hill, Sansom (1), Talbot (Robson), O'Leary, Whyte, Lee, Sunderland (1), Meade (1) (Chapman (1)), Davis, McDermott (1) (Rix)

- Arsenal vs Niac Mitra Surabaya
Komposisi pemain : Jennings, Hill (Robson), Sansom, Talbot, O'Leary, Whyte (Lee), McDermott, Sunderland, Meade (Chapman), Davis, Rix
- Rezza Lubis for TOTAL FOOTBALL INDONESIA-

Asal Muasal Sriwijaya FC

Awalnya tim yang baru beredar di devisi utama Liga Indonesia 1999 ini, bernama Persijatim (Persija Jakarta Timur) dan markasnya di stadion Bea Cukai Rawamanagun. Tim yang di bina oleh M. Zain ini bertahan di Jakarta hingga tahun 2003.

Selama berdomisili di Jakarta, Persijatim kurang mendapatkan perhatian dari Pemda. Pemda terlalu berkonsentrasi pada Persija Pusat dan Persitara Jakarta Utara. Oleh karena itu tim yang mempunyai sporter bernama Combat ini.memmutuskan untuk hijrah ke kota Solo.

Kepindahan mereka ke kota Solo mejadikan Persijatim berganti nama, Persijatim Solo FC. Langkah ini juga di picu dengan adanya fasilitas stadion Manahan yang sangat berkelas. Stadion yang menjadi miniatur Gelora Bung Karno ini menjadi daya pikat tersendiri bagi warga Solo.
Alasan lainnya kelompok sporter Pasopati yang berdomisi di Solo, saat itu kehilangan tim kesayangannya Pelita Bakrie. Tim yang di milili Nirwan Bakrie ini memutuskan pindah Home Best ke Cilegon dengan nama baru mereka Pelita KS. Sedangkan tim asli Solo, yaitu Persis juga masih ketar-ketir di wilayah devisi satu.

Peran dan dukungan Sporter Pasopati, tak henti-hentinya untuk mendukung tim ini. Bahkan hampir 2 Milyar rupiah keuntungan yang bisa di raih dari pemasukan penonton. Materi Persijatim Solo FC ini pun jauh lebih baik, dengan kehadiran pemain bintang macam Rocky Putiray,Simamo Bertrans, Ismet Sofyan, Tommy Heryanto, Eka Ramdani dan Maman Abdul Rahman. Prestasi di papan tengah pun sudah menjadi hiburan yang cukup bagi para Pasopati.



Wijay, Toni Sucipto dan Ferry Rotinsulu adalah pemain-pemain yang tersisa dari skuad Persijatim Solo FC. Mereka sangat merasakan perjuangan yang berat menjadi sebagai klub nomaden.

Akhirnya kiprah Persijatim Solo FC hanya bertahan 1 tahun di Solo,Karena kesulitan keuangan pada akhirnya tim ini di jual ke Pemda Sumsel. Pada saat itu Sumsel baru memeliliki stadion bagus eks PON, namun tidak memiliki klub yang bercokol di devisi utama.
Pada tahun 2005 dengan bandrol 6 Milyar klub ini akhirnya pindah ke pemilikan ke Palembang,. Nama mereka pun berganti lagi menjadi Persijatim Sriwijaya FC.

Dan pada akhirnya pada tahun 2006 nama Persijatim di hilangkan sebab pengelolaan sepenuhnya di pegang di Pemda Provinsi Sumsel. Hasil jerih payah inilah yang memacu mereka menjadi klub yang disengani di blantika persepakbolaan Nasional.


Kalau kita bisa bernostalgia, inilah susunan terbaik Solo FC (yang kini bernama Sriwijaya FC) selama mereka berkandang di stadion Manahan:

Formasi 3-5-2
Kiper: Ferry Rotinsulu (kini menjadi andalan Sriwijaya FC); Sayap: Ismed Sofyan (awal karirnya, Ismed adalah bek kiri, bukan bek kanan seperti sekarang), Hari Salisbury (sempat menjadi bek andalan PSIS Semarang, kini di Persib Bandung); Bek: Maman Abdurrahman (pemain terbaik Liga Indonesia edisi 2005 dari PSIS Semarang, kini menjadi bek andalan timnas dan Persib Bandung), Leo Soputan (sempat mengkapteni Persita, kita bergabung bersama Persija), Tony Sucipto (jangkar Sriwijaya FC); Gelandang: Eka Ramdani (playmaker timnas dan Persib Bandung), Modestus Setiawan (kini di PSIS Semarang), Ayouck Louis Berti (terakhir kali bermain bersama Persija Jakarta); Penyerang: Rochi Puttiray (pensiun, ikon Solo dari era Arseto), Mardiansyah (tenggelam di Persikota, dulu adalah goal getter Solo FC, kini bermain di Persikabo Bogor)
-Rezza Lubis for TotalFootballIndonesia-

Selasa, 07 April 2009

Kehadiran Indonesia di Piala Dunia 1938

Ini sebuah kisah yang sangat menarik, dan wajib selalu harus di ingat bagi generasi muda kita. HISTORY ini berkaitan dengan sebuah kisah keperkasaan Tim Nasional Sepakbola Indonesia di masa lampau?

Karena dalam Piala Dunia 1938 yang diselenggarakan di Perancis, Timnas Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mewakili wilayah Asia. Dan yang hebatnya lagi Indonesia adalah satu-satunya negara ASIA yang hadir dalam ajang PIALA DUNIA tersebut.



Pada saat itu wilayah Nusantara kita masih berada dibawah kekuasaan negara Belanda, maka bendera Hindia-Belanda(Dutch East Indies) yang mewakili Timnas kita.
Walaupun ketika itu Indonesia belum merdeka, tetapi sebagian besar skuad Dutch East Indies didominasi oleh wajah-wajah dari bumi pertiwi. Bahkan kapten keseblasan ini pun, di emban oleh seorang pribumi bernama : Ahmad Nawir





Biarpun Dutch East Indies hanya mampu mencapai babak pertama, setelah dicukur 0-6 oleh finalis Piala Dunia saat itu, Hongaria, tetapi prestasi ini menjadi modal kekuatan sejarah sepakbola kita.

berikut ini Skuad Timnas Dutch East Indies 1938:


J. HARTING
Frans HU KON
Jack SAMUELS
Achmad NAWIR
Anwar SUTAN
Frans MEENG
G. FAULHABER
G. VAN DEN BURG
Suvarte SOEDERMADJI
Hans TAIHUTTU
Tjaak PATTIWAEL
Hong Djien TAN
R. TELWE
Se Han TAN
Henk ZOMERS
Cadangan:
TEILHERBER
Mo Heng BING
DORST
Pelatih:
G. VAN DEN BURG (Ned)

Video di bawah ini, mengambarkan suasana pada Piala Dunia 1938. Tim Hungaria adalah yang tertanguh di bandingkan pra kontestan lain. Tetapi terbukti dengan modal semangat Italia dapat meredam sang raja Eropa timur (Hungaria).

Pada Piala Dunia ini juga, untuk pertama kalinya juara bertahan, Italia lolos ke Piala Dunia secara langsung tanpa kualifikasi bersama Perancis yang merupakan tuan rumah. 37 negara berpartisipasi dalam kualifikasi. Setelah kualifikasi 16 tim lolos ke putaran final Piala Dunia. Austria tidak mengikuti Piala Dunia ini karena Anschluss pada Maret 1938, sehingga tim yang berpartisipasi menjadi 15, dan Swedia langsung melaju ke babak perempat final secara otomatis.



Pencetak Gol Italia vs Hungaria
0:1 Gino Colaussi (6.) 1:1 Pal Titkos (8.) 1:2 Silvio Piola (15.) 1:3 Gino Colaussi(35.) 2:3 Gyorgy Sarosi (70.) 2:4 Silvio Piola (80.)


Setelah prestasi ini, 20 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1958, Timnas Indonesia hampir masuk ke putaran final Piala Dunia yang diselenggarakan di Swedia. Namun di babak akhir kualifikasi zona Asia, Timnas Indonesia terpaksa “mengalah” dari Israel. Sebab ketika itu hubungan dan situasi politik Indonesia-Israel sedang renggang, maka Israel bebas melenggang ke Piala Dunia 1958 yang dimenangkan oleh Brazil untuk yang pertama kalinya itu. Sunguh di sayangkan, padahal pada tahun itu pasukan kita lagi kuat-kuatnya, Aduh kapan lagi ya, Timnas kita dapat berprestasi seperti dulu lagi? Marilah kita sama-sama merenung mengapa timnas tak setanguh masa lalu, saya jadi teringat ucapan Dedy Mizwar dalam film Naga Bonar 1 "MARI PEMUDA INDONESIA BANGKITLAH, KARENA NEGARA KITA SUDAH MERDEKA"........
Tapi melihat prestasi timnas sekarang, apalagi mengenai pengurus-pengurusnya, Saya cuma bisa berucap " APA KATA DUNIA ". -Rezza Lubis untuk TOTAL FOOTBALL INDONESIA-

BAYERN MUNCHEN HIT INDONESIA FOR FIVE

German giants Bayern Munich showed a different class in front of more than 70,000 screaming fans at the Stadium Utama Gelora Bung Karno when they beat the Indonesia national team 5-1 in a friendly (22 may 2008).

But in spite of the score line, Indonesia played a fast, offensive game led by the inspirational Ponaryo Astaman as they utilised a 4-3-3 formation as dictated by head coach Benny Dollo.


In goal was Jendry Pitoy with the defensive line-up being Mahyadi Panggabean, Charis Yulianto, Maman Abdurahman and Ricardo Salampessy.

In midfield was the trio of Ponaryo Astaman, Firman Utina and Syamsul Haeruddin with the frontline being Bambang Pamungkas, Ellie Aiboy and Budi Sudarsono.

But there was no stopping the recently crowned German champions from going in front when Breno Borges scored the lead in the 21st minute before Jan Schlaudraff added further goals in the 24th and 35th minute for Bayern to be 3-0 in front at the half.

Indonesia fought back after the break for Bambang to pull a goal back for the cheering fans on 66th minute as Bayern stepped up a gear to score further goals off Schlaudraff (82nd) and Toni Kroos 86th) for the win.


Indonesien - FC Bayern 1:5 (0:3)

FC Bayern: Kahn (46. Rensing) - Schlottner, Ottl, Breno, Contento - Zé Roberto, (90. Kuru) Van Bommel - Sosa (78. Simari), Kroos, Bopp (90. Pizarro) - Schlaudraff (90. Rohracker)

Tore: 0:1 Breno (21.), 0:2 Schlaudraff (23.), 0:3 Schlaudraff (34.), 1:3 Pamungkas (61.), 1:4 Schlaudraff (83.), 1:5 Kroos (88.)

Player:
Indonesia: Yandri Pitoy (Markus Horison 67), Richardo Salampessy, Mahyadi Panggabean (Fandi Mochtar 26), Maman Abdulrahman, Charis Yulianto, Ponaryo AStaman, Syamsul Bachri, Ellie Aiboy, Budi Sudarsono (Ian Kabes 46), Firman Utina, Bambang Pamungkas

Munich: Oliver Kahn (Rensing 46), Ze Roberto, Andreas Ottl, Mark van Bommel, Jan Schlaudraff, Jose Ernesto Sosa, Toni Kroos, Breno, Uwe Scholottner, Viktor Bopp



http://www.dailymotion.com (Cuplikan Indonesia vs Bayern Munchen)

THE PSSI SYMBOL


THE PSSI SYMBOL

1. Circle : Describe the unity
2. Rice plant : Describe the Indonesia subsistence
3. The yellow gold color : Describe the purity
4. The red lotus flower : Describe the holiness, and also use by Asian country as a base
5. The waves : Describe the water or the soul excitement that always move and dynamic
6. The green root : Describe the young, full of hope and willingness
7. The blue background : Describe the air, sea, and mountain as a nature. PSSI born, live and die in Indonesia realm of nature, have to become one with the father land and have loyal to the native soil
8. The ball : The ball on PSSI symbol means the football organization itself
9. The Football Association of Indonesia word is a special translate from Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia in a universal language


THE HISTORY OF FOOTBALL ASSOCIATION OF INDONESIA


• About PSSI

The Football Association of Indonesia (known as PSSI) was founded on April 19 th , 1930 at Yogyakarta . As a sport organization who founded in Dutch colonial period, PSSI also involves with political activities against the imperial. If we analysis the time before, present, and after it founded, until 5 year before the proclamation Independence of The Republic of Indonesia August 17 th , 1945, obviously that PSSI are founded by the nation politician who are against the colonialism and hope the nationalism spirit will influence the young Indonesian people.

• PSSI Begins

PSSI was founded by a civilian named Soeratin Sosrosoegondo. He finished his education at Heckelenburg Technical High School at German on 1927. When he comes back to Indonesia on 1928 he joined the “Sizten en Lausada” a Dutch company who based at Yogyakarta , which is he becomes the only Indonesian people who have a high position on that big Dutch contraction company. But, because the nationalism spirit on his self, Soeratin quitted from “Sizten en Lausada” and gave more attention on nationalism activities. As a young man who loved football, Soeratin realized to implement all the result from the Indonesian youth declaration on October 28 th , 1928. Soeratin thought that football as the best way to support the nationalism spirit to all the Indonesian young people as an act against the Dutch colonialism.

To make his dream come true Soeratin makes appointments with a football figures at Solo, Yogyakarta, and Bandung . That meeting was behind the Dutch policies monitoring. The meeting was held on small hotel, Binnenhof at Kramat 17 Jakarta, with Soeri – the head of VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) with the other fungsionaris. The idea to found the football association was concrete to create. That result also held at Bandung , Jogya and Solo who supported with a nationalism movement figures such as Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (not Bung Karno), etc. Meanwhile at another city personal contact or curer was sender to socialization the meeting such as to Soediro at Magelang (the head of young association).

On April 19 th , 1930 was held the gathering of the football shape representative from VIJ (Sjamsoedin – RHS college student); the Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Representative, Gatot; The Mataram Football Association (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo; Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (on that time he still as a HKS student / Teaching School, also a captain from IVBM) who ordered by Soediro, Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) represented by Pamoedji. From that assemble PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia - The first PSSI congress was 1950 at Solo, which changed PSSI named into Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia and appointed Ir Soeratin as the first PSSI President) was founded.



After PSSI was founded, Soeratin and friends makes a program basically ‘against' the entire policies who taken by the colonial government by the NIVB. Called “the stridij program” to all bonden / united PSSI order to start the internal competition for the first level and second level, next it development to united championship who called “Steden Tournooi” which start on 1931 at Surakarta .

The nation football action who organize by PSSI, then follow by Susuhunan Paku Buwono X, the top and public figure in Solo who built the Sriwedari stadium complete with the lamp, so the appreciation for the “football resurrection” that movement by PSSI increase. That stadium officially opens on October 1933.

Further Soeratin also supported the founded of national sport association, so the power of Indonesia sport is more strength against the Dutch colonial dominated domains. On 1938 the ISI (Indonesian Sport Association) was founded which is next held the sport event (15-22 October 1938) at Solo.

Because the power and the unity of PSSI is more strength the NIVB was changed became NIVU (( Nederland 's Indische Voetbal UNie) on 1936 started from that moment PSSI and NIVU was cooperated. As a first step NIVU invited a team from Austria “Winner Sport Club “on 1936.

On 1938 on the name of Dutch East Indies , NIVU send a team to 1938 World Cup, but the players are from NIVU not from PSSI even there is 9 Indonesian/Tionghoa players. It is a protests act by Soeratin, because he wants a qualification match between PSSI and NIVU before they send their team beside the agreement between the two organizations, signed by Soeratin (PSSI) and Masterbroek (NIVU) on January 5 1937 at Jogyakarta. Soeratin also do not like if they use the NIVU flag, Nederland flag. On PSSI 1938 congress at Solo, Soeratin decided by his side to break the agreement.

Soeratin end his duty on PSSI since 1942, after becomes an honorary president on 1940 – 1941.

The arrival of Japanese soldier to Indonesia stops all the football activity and competition, because Japanese involves PSSI as a part of Tai Iku Kai, which is a Japanese sport association and next also became part of Gelora (1944) and became autonomy on PORI III congress at Jogyakarta (1949).

• The Development of PSSI

After Soeratin the national football is more develop even it is up and down on the player's quality, competition, and also on the organization. But as a people sport football is keep stand no matter what the condition PSSI from decade to another decade work to built up a national team which spend billion of rupiah, but unfortunately the result is not quite happy.



On it development PSSI already increases the type of competition which spread all over the country, such as:

• Premiere Division, followed by football club with non amateur players.
• First Division, followed by football club with non amateur players.
• Second Division; followed by football club with non amateur players.
• Third Division, followed by football club with amateur players.
• Age Group, followed by football club with players:
• Under aged 15 years (U-15)
• Under aged 17 years (U-17)
• Under aged 19 years(U-19)
• Under aged 23 years (U-23)
• Woman football
• Futsal

PSSI also shelter the games that consist of internal competition that held by the association or football club, the district organizer, region organizer which is scheduled on PSSI year calendar beside the PSSI annually program.

On the development PSSI already became FIFA members since November 1 st , 1952 on FIFA congress at Helsinki . After joined FIFA, PSSI also joined the AFC (Asian Football Confederation) on 1952, and became a pioneer founded of AFF (Asean Football Federation) on Kardono era; Kardono also became a vice president and for the next year became an honorary president.

On 1953 PSSI step forward as a legally organization with registered their organization to law and justice ministry and get legalization through settlement letter R.I No. J.A.5/11/6, on February 2 nd , 1953, state news on March 3 rd , 1953, no 18.

In the Asian Games Indonesia has finished at the top three times. They also qualified for the final
rounds of the Asian Cup 2000 & 2007.

The game has taken a dip recently, but the Indonesian Federation have introduced several programmes in an effort to give the game a shot in the arm.

Indonesia, one of the most populous nations in the world, has a very large pool of players, especially since the game is played extensively throughout the country. League matches in Indonesia also attract large crowds. Pelita Jaya is among the better known Indonesian clubs and has managed to reach the semifinals of the Asian Club Championships.
-Rezza Lubis for TOTAL FOOTBALL INDONESIA-

Senin, 06 April 2009

Sepakbola Maluku, Samba Brazilnya Indonesia

PESAWAT LION yang saya tumpangi perlahan-lahan mendarat di Bandara Pattimura, Ambon. Kepergian saya ini dalam rangka mengantarkan tunangan saya yang pada tahun 2007 lalu ingin melaksanakan tugasnya PTT sebagai dokter gigi di daerah Kepulauan Seram, Seram Bagian Barat, Maluku. Keindahan panorama alam kota Ambon yang sangat mempesona tak pernah saya lupakan sampai saat ini. Bahkan perjalanan saya ke tempat kelahiran oma saya ini banyak menemukan kisah-kisah yang membuka mata cakrawala saya terhadap sejarah Maluku

Tanah Maluku dengan ibu kotanya, Ambon, memang pernah melahirkan pemain-pemain handal bagi tim nasional Indonesia. Pada era dekade 80’an, muncul Bertje Matulapelwa yang besar lewat klub terkenal di Ambon, Pusparagam. Juga masih ada beberapa pemain berdarah Ambon tetapi besar di luar Ambon, seperti Ronny Pattinasarany, Jacob Sihasale, Yopie Leepel, dan John Simon

Pada dekade 90’an banyak terlahir pemain berdarah Ambon di belantika sepakbola nasional, sebut saja duo kakak beradik Rocky Putiray (Arseto Solo) dan Charles Putiray (kini di Lamongan), atau Piters bersaudara Ronald Piters dan Sammy Piters (Mitra Surabaya). Bahkan Ronald yang sempat bermain untuk timnas juga menjadi kekuatan Persebaya dalam merebut juara Liga Indonesia di tahun 1996

Pada masa itu juga, muncul Chairil Anwar Ohorella, yang pernah berlabuh di klub Assyabab Salim Group dan bersama Ronald Piters ikut andil dalam mengangkat prestasi Persebaya. Pada saat itu, Chairil yang dipanggil dengan sebutan ”Pace” termasuk dalam trio bek tangguh timnas Indonesia bersama Sugiantoro dan Nur Alim semasa timnas dilatih Meneer Hank Wullems (Belanda)

Tidak hanya itu, masih banyak pemain Maluku hebat macam Farrel Raymond Hattu (Petrokimia Putra), Imran Nahumamury (Persija),Maully Lessy (Persikota), Rahel Tua Salamony (Persebaya), Bakrie Umarela (PSB Bogor),Kamarudin Betay (Persija), Donny Latuperisa (Pelita Jaya), Frans Sinatra Hwe (Pelita Jaya), Ritam Manubun (Persipura), Edwar Ivakdalam (Persipura), Leonard Tupamahu (Persija) dll. Bahkan saat ini timnas kita pun masih dihuni oleh nama-nama Ambon Manise seperti Ricardo Salampessy (Persipura) dan T. A Musafry (Persiba Balikpapan)
Ketika saya berada di Maluku, saya menyaksikan memang banyak anak-anak dengan talenta bagus di sana, bermain bola di pasir putih pantai Maluku menjadi kebiasaan mereka sehari-hari. Bahkan banyak anak-anak daerah Tomalehu dan Latu yang sangat bangga dengan sosok Bakrie Umarela. Dan beberapa di antaranya mempunyai kostum bola yang bertuliskan Bakrie Umarela di belakangnya. Setiap desa pun mempunyai tim sepakbola, dapat dilihat dari klub sepak bola di Maluku yang hampir menyebar pada semua daerah tingkat dua
Sebenarnya untuk Pulau Ambon saja terdapat beberapa klub sepak bola seperti Puspa Ragam, Putera Nusantara (Putnus), Virgin, Persatuan Sepak Bola Hitu Leitimur (PSHL), kemudian Persmi Masohi di Maluku Tengah, Persis Geser di Seram Timur dan masih banyak lagi
Tetapi mengapa tidak satu pun klub asal Maluku yang bisa menembus ke divisi utama liga super? Pertanyan ini pun beberapa kali saya lontarkan pada beberapa pejabat disana, pendapat mereka adalah bahwa sepakbola di Maluku banyak diminati, namun tidak dapat berkembang dengan baik karena terbentur masalah dana dari pemerintah daerah

Sungguh sangat disayangkan padahal tanah leluhur beta ini termasuk gudangnya pemain atlet berbakat. Tak hanya sepakbola, atlet tinju dan marathon pun banyak terlahir di daerah ini

Tapi katong seng boleh pesimis, beta yakin suatu saat nanti sepakbola akan sukses di sini. Itu bisa terlihat dari 1 kecamatan Salahutu (Tulehu), yang pada tahun 2006 berhasil menjadi juara di propinsi Maluku. Bahkan kecamatan ini termasuk penghasil pemain bagus untuk Persatuan Sepak Bola Ambon (PSA)

Bakat-bakat kecamatan Negeri Tulehu tak usah dipungkiri lagi, ini bisa dilihat dari keterlibatan sembilan putra Maluku dalam Tim Nasional U-13 Indonesia dalam turnamen di Malaysia pada 3-6 Juni 2007. Kiprah tim ini pun tampil begitu gemilang. Ini ditandai dengan suksesnya Timnas U-13 di Festival Tingkat Asia itu dalam beberapa laga pertandingan

Dalam pertandingan yang berlangsung di kota Sabah itu, Timnas U-13 yang dihuni sembilan putra Maluku ini memperoleh hasil memuaskan, diantaranya Indonesia Vs Myanmar 1-1, Indonesia Vs Malaysia 2-0, Indonesia Vs Australia 9-0, dan Indonesia Vs Brunei 3-0



Dari sejumlah pertandingan di Kejuaraan Asia U-13, sembilan putra Maluku asal Negeri Tulehu ini menjadi Pemain Inti pada setiap laga tanding. Kesembilan anak-anak muda Maluku ini berasal dan dibina oleh Sekolah Sepak Bola (SSB) Tulehu Putra masing-masing: Sahrul Umarella, Rival Lestaluhu, Fazhur Rahman Ohorella, Zulfikar Malabar, Irfandi Al Zubeidy, Zubair Maruapey, Ricky Bardes Leurima, Pian Maruapey, Sahril Nahumarury

Wah, prestasi ini bukan hanya mengangkat persepakbolaan Maluku saja, tetapi juga mengangkat prestasi timnas Indonesia. Ini juga menjadi bukti talenta anak-anak Maluku lebih menjanjikan dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia

Saya berharap suatu saat nanti ada kebangkitan yang bisa mengangkat persepakbolan Maluku. Apabila saya seorang Nirwan Bakrie atau seorang Arifin Panigoro, ingin rasanya saya membuat sebuah klub atau sentra sepakbola pemain berbakat di sini. Karena sudah terbukti pemain–pemain Maluku terlahir dengan bakat alam yang didapat sejak mereka lahir. Hanya sebuah kemauan dan kesungguhan dari pelaku-pelaku sepakbola inilah, katong akan bangkit dari keterpurukan minim prestasi seperti saat ini. Atau mungkin juga kebangkitan sepakbola Maluku akan menjadi kebangkitan timnas Indonesia di masa yang akan datang

( Apabila anda ingin melihat talenta anak-anak Brazil, tak usahlah anda ke Rio de Janeiro atau Sao Paolo, cukuplah anda pergi ke tanah Maluku yang mempunyai sepakbola dengan citra rasa bak SAMBA BRAZIL)-RezzaLubis untuk TOTAL FOOTBALL INDONESIA-