Opini diatas mengajak kepada kita untuk menilik kembali terhadap pandangan kita dalam hal memperbincangkan dalam kemajuan suatu bangsa.Kemajuan suatu bangsa tak hanya di ukur melalui patokan kemajuan teknologinya semata tetapi juga harus dilihat kelakuan moral dan kejujuran masyarakatnya
Pertanyaannya sekarang, Apa masih adakah sebuah harapan sepak bola memberikan pesan-pesan moral dan kejujuran? Di tengah makin kuatnya arus ketamakan manusia, di tengah apatisme bahkan ketidakpercayaan orang kepada pengelola olahraga,khususnya sepak bola,yang di kelola PSSI. Apakah masih ada, sebuah harapan dan setitik sinar terang di ujung lorong gelap.
Melihat dan bercerita soal kasus, skandal dan suap di PSSI, saya jadi teringat Pak Azwar Anas. Ia adalah mantan ketua umum PSSI, yang pada masanya pusing karena bergelut dengan sistem kebobrokan sepakabola kita. Kisah ini hampir mirip dengan kasus korupsi sepak bola yang terjadi di Italia, dan terkenal dengan nama skandal calciopoli. Calciopoli merupakan pengungkapan skandal korupsi terbesar yang dilakukan Federasi Sepak Bola Italia dan memakan korban belasan wasit dan direktur, serta pemilik klub.
Pembongkaran skandal suap, korupsi, dan mafia wasit pun sebenarnya merupakan pengalaman pahit yang pernah dialami sepak bola Indonesia. Seperti halnya di Eropa, borok justru berasal dari tubuh korps wasit, dan pada Maret 1998, PSSI secara tegas menjatuhkan sanksi 20 tahun tak boleh aktif dalam sepak bola kepada Djafar Umar, yang kala itu menjabat wakil ketua komisi wasit.Tidak hanya Djafar, delapan wasit juga dijatuhi sanksi berat setelah penyelidikan maraton yang dilakukan Tim Penyelesaian Masalah Perwasitan (TPMP), yang diketuai Adang Ruchiatna.
Kebusukan dalam sepak bola Indonesia itu sebenarnya sudah terendus lama, namun baru terungkap lewat celotehan Manajer Persikab Kabupaten Bandung Endang Sobarna. Endang ”menyanyi” tentang kolusi wasit dan jual beli pertandingan pada rapat lengkap pengurus PSSI yang dihadiri Ketua Umum PSSI Azwar Anaz, awal Februari 1998.
”Nyanyian merdu” Endang kemudian memaksa Azwar yang memang dikenal sebagai pribadi santun dan jujur untuk membentuk TPMP yang ketuai Adang. Tim ini, dengan sokongan semua pihak, termasuk polisi, pemain, dan pelatih, akhirnya sukses membongkar jaringan mafia wasit Indonesia.
Selain Endang, Azwar menjadi figur penting pemberantasan korupsi dan kolusi dalam sepak bola. Tanpa political will dari ketua umum PSSI yang jujur dan bermoral baik, seperti Azwar, mustahil memberantas penyakit korupsi yang memang sudah laten itu.
Azwar pun sering melontarkan impiannya tentang pembangunan karakter bangsa lewat sepak bola. ”Sepak bola harus menjadi bagian penting dari pembangunan karakter bangsa. Kita membutuhkan orang-orang yang jujur dan bermoral baik di dalamnya,” ujarnya.
Memang dalam Bertindak "jujur" belum tentu benar, dan Bertindak "benar" belum tentu jujur
Tapi Kita sungguh merindukan figur-figur santun, jujur, dan bermoral baik seperti Azwar Anaz untuk memimpin olahraga Indonesia, khususnya sepak bola yang kali ini terasa jauh dari nilai-nilai moral dan sportifitas. Rezza Lubis for TOTAL FOOTBALL INDONESIA
Pertanyaannya sekarang, Apa masih adakah sebuah harapan sepak bola memberikan pesan-pesan moral dan kejujuran? Di tengah makin kuatnya arus ketamakan manusia, di tengah apatisme bahkan ketidakpercayaan orang kepada pengelola olahraga,khususnya sepak bola,yang di kelola PSSI. Apakah masih ada, sebuah harapan dan setitik sinar terang di ujung lorong gelap.
Melihat dan bercerita soal kasus, skandal dan suap di PSSI, saya jadi teringat Pak Azwar Anas. Ia adalah mantan ketua umum PSSI, yang pada masanya pusing karena bergelut dengan sistem kebobrokan sepakabola kita. Kisah ini hampir mirip dengan kasus korupsi sepak bola yang terjadi di Italia, dan terkenal dengan nama skandal calciopoli. Calciopoli merupakan pengungkapan skandal korupsi terbesar yang dilakukan Federasi Sepak Bola Italia dan memakan korban belasan wasit dan direktur, serta pemilik klub.
Pembongkaran skandal suap, korupsi, dan mafia wasit pun sebenarnya merupakan pengalaman pahit yang pernah dialami sepak bola Indonesia. Seperti halnya di Eropa, borok justru berasal dari tubuh korps wasit, dan pada Maret 1998, PSSI secara tegas menjatuhkan sanksi 20 tahun tak boleh aktif dalam sepak bola kepada Djafar Umar, yang kala itu menjabat wakil ketua komisi wasit.Tidak hanya Djafar, delapan wasit juga dijatuhi sanksi berat setelah penyelidikan maraton yang dilakukan Tim Penyelesaian Masalah Perwasitan (TPMP), yang diketuai Adang Ruchiatna.
Kebusukan dalam sepak bola Indonesia itu sebenarnya sudah terendus lama, namun baru terungkap lewat celotehan Manajer Persikab Kabupaten Bandung Endang Sobarna. Endang ”menyanyi” tentang kolusi wasit dan jual beli pertandingan pada rapat lengkap pengurus PSSI yang dihadiri Ketua Umum PSSI Azwar Anaz, awal Februari 1998.
”Nyanyian merdu” Endang kemudian memaksa Azwar yang memang dikenal sebagai pribadi santun dan jujur untuk membentuk TPMP yang ketuai Adang. Tim ini, dengan sokongan semua pihak, termasuk polisi, pemain, dan pelatih, akhirnya sukses membongkar jaringan mafia wasit Indonesia.
Selain Endang, Azwar menjadi figur penting pemberantasan korupsi dan kolusi dalam sepak bola. Tanpa political will dari ketua umum PSSI yang jujur dan bermoral baik, seperti Azwar, mustahil memberantas penyakit korupsi yang memang sudah laten itu.
Azwar pun sering melontarkan impiannya tentang pembangunan karakter bangsa lewat sepak bola. ”Sepak bola harus menjadi bagian penting dari pembangunan karakter bangsa. Kita membutuhkan orang-orang yang jujur dan bermoral baik di dalamnya,” ujarnya.
Memang dalam Bertindak "jujur" belum tentu benar, dan Bertindak "benar" belum tentu jujur
Tapi Kita sungguh merindukan figur-figur santun, jujur, dan bermoral baik seperti Azwar Anaz untuk memimpin olahraga Indonesia, khususnya sepak bola yang kali ini terasa jauh dari nilai-nilai moral dan sportifitas. Rezza Lubis for TOTAL FOOTBALL INDONESIA
Memang kejujuran adalah segalanya... kayaknya karena banyak orang tidak jujur sekarang yang ada di organisasi PSSI skrg, yang meyebababkan prestasi kita jadi mandek.. ha..ha.. ketua umumnya aja koruptor..he..he..
BalasHapus