Indonesia sempat disebut sebagai raksasa sepak bola di kawasan Asia Tenggara. Tapi, seiring bergulirnya waktu, pamor itu pun memudar. Negeri Jamrud Khatulistiwa ini pun merasakan susahnya menjadi yang terbaik di regional sendiri. Kali terakhir, kebanggaan itu terasa pada SEA Games 1991.
Datang sebagai tim yang tidak diunggulkan, Indonesia mampu meraih emas dengan mengalahkan Thailand melalui drama adu penalti. Sayang, capaian emas tersebut gagal diulangi hingga SEA Games Thailand 2007.
Salah satu sosok yang tidak bisa dilupakan pada SEA Games 1991, selain pelatih asal Uni Soviet Anatoly Polosin, adalah sang kapten Ferril Raymond Hattu. Ke mana dia sekarang?
Ya, setelah memutuskan mundur dari timnas pada 1992, kabar dia jarang terdengar. Jabatan pelatih Petrokimia Putra Gresik pernah dia sandang. Tapi, itu pun tidak bertahan lama. ''Kesibukan sehari-hari sebagai karyawan Petrokimia Gresik memang menjadi alasan utama saya tidak lagi berada di bola,'' kata Ferril
Namun, sebenarnya dia masih menyimpan minat untuk kembali berkiprah dalam sepak bola. Apalagi, dia pernah menyandang ban kapten timnas Indonesia selama kurun enam tahun (1986-1992). Hanya, selain karir sebagai karyawan, Ferril tidak memungkiri bahwa dirinya masih merasa prihatin terhadap perkembangan sepak bola Indonesia. ''Banyak yang harus dibenahi pada sisi sepak bola di negeri ini,'' ungkapnya.
Jika itu dilakukan, Ferril optimistis Indonesia akan kembali disegani di sepak bola Asia, seperti era 1970 dan 1980-an. Prestasi itu, kata bapak tiga anak tersebut, tidak lepas dari model pembinaan yang cukup baik.Ironisnya, prestasi Jepang saat ini jauh di atas Merah Putih. Ferril lantas menyayangkan kebijakan menggabungkan kompetisi Galatama dengan Perserikatan pada era 1990-an. ''Dengan penggabungan itu, semua menjadi rancu. Mana yang amatir dan mana yang profesional,'' katanya.
Menurut dia, tim-tim perserikatan seperti PSM Makassar, Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, dan Persema Malang seharusnya lebih intens menjalankan pembinaan. ''Kalaupun berkompetisi, cukup dengan sesama perserikatan,'' jelasnya.
Tidak seperti saat ini, tim-tim seperti Persebaya harus bingung mencari nama seperti Surabaya Muda dalam ajang Divisi III Regional Jatim. Sebab, nama Persebaya telanjur digunakan tim yang saat ini berlaga di Divisi Utama.
Di sisi lain, tim-tim Galatama idealnya tetap berjuang dengan cirinya sebagai tim swasta tanpa embel-embel APBD. ''Kalaupun nanti mereka kolaps, biarkan hukum alam yang menyeleksi,'' tegasnya.
Jika ternyata ada yang bubar atau pailit, toh selalu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Setidaknya, lanjut dia, gairah menggelindingkan roda sepak bola profesional tetap ada.
Dia lebih mencermati penggabungan kompetisi yang ada saat ini sebagai upaya untuk tetap memarakkan kompetisi di Indonesia. Pria yang mengidolakan mantan pelatih nasional Sinyo Aliandoe sebagai arsitek tim tersebut juga mengamini bahwa kompetisi reguler memang marak setiap tahun.
Tak jarang perhelatan sepak bola di Indonesia menjadi salah satu even primadona masyarakat. ''Tapi, tidak ada prestasi timnas yang seharusnya menjadi muara kompetisi itu,'' lanjut pria yang semasa aktif bermain berposisi sebagai pemain belakang tersebut.
Dari kondisi tersebut, Ferril lantas menyorot sistem kerja organisasi yang menangani sepak bola tanah air kurang berjalan sebagaimana mestinya. Begitu pula dengan tim-tim di Indonesia.
Nah, kondisi itulah yang kemudian menjadi awal kehidupan sepak bola yang selalu menjadi korban. Sebab, kelemahan tersebut lantas menjadi celah bagi sebagian pihak guna memanfaatkan sepak bola untuk kepentingan di luar olahraga tersebut.
Karena itu, dia berharap sistem kerja organisasi yang berkecimpung dalam sepak bola membenahi kinerjanya. ''Sistem kerja mereka harus shuttle,'' ujarnya. Dengan demikian, lanjut dia, kondisi tersebut akan banyak membantu perkembangan sepak bola Indonesia.
DATA
Lahir : 9 Agustus 1962
Karir Klub:
1976-1979 : Harapan Budi Setiawan (HBS), klub internal Persebaya
1980 : Niac Mitra
1980 : Tim Pra-PON Jatim
1980-1983 : Harapan Budi Setiawan (HBS), klub internal Persebaya
1983 : Persebaya
1983-1985 : Niac Mitra
1985-1995 : Petrokimia Gresik
1985 : Tim PON Jatim Jakarta
1989 : Tim PON Jatim di Jakarta (Runner-up)
Karir Timnas
1984-1992
Datang sebagai tim yang tidak diunggulkan, Indonesia mampu meraih emas dengan mengalahkan Thailand melalui drama adu penalti. Sayang, capaian emas tersebut gagal diulangi hingga SEA Games Thailand 2007.
Salah satu sosok yang tidak bisa dilupakan pada SEA Games 1991, selain pelatih asal Uni Soviet Anatoly Polosin, adalah sang kapten Ferril Raymond Hattu. Ke mana dia sekarang?
Ya, setelah memutuskan mundur dari timnas pada 1992, kabar dia jarang terdengar. Jabatan pelatih Petrokimia Putra Gresik pernah dia sandang. Tapi, itu pun tidak bertahan lama. ''Kesibukan sehari-hari sebagai karyawan Petrokimia Gresik memang menjadi alasan utama saya tidak lagi berada di bola,'' kata Ferril
Namun, sebenarnya dia masih menyimpan minat untuk kembali berkiprah dalam sepak bola. Apalagi, dia pernah menyandang ban kapten timnas Indonesia selama kurun enam tahun (1986-1992). Hanya, selain karir sebagai karyawan, Ferril tidak memungkiri bahwa dirinya masih merasa prihatin terhadap perkembangan sepak bola Indonesia. ''Banyak yang harus dibenahi pada sisi sepak bola di negeri ini,'' ungkapnya.
Jika itu dilakukan, Ferril optimistis Indonesia akan kembali disegani di sepak bola Asia, seperti era 1970 dan 1980-an. Prestasi itu, kata bapak tiga anak tersebut, tidak lepas dari model pembinaan yang cukup baik.Ironisnya, prestasi Jepang saat ini jauh di atas Merah Putih. Ferril lantas menyayangkan kebijakan menggabungkan kompetisi Galatama dengan Perserikatan pada era 1990-an. ''Dengan penggabungan itu, semua menjadi rancu. Mana yang amatir dan mana yang profesional,'' katanya.
Menurut dia, tim-tim perserikatan seperti PSM Makassar, Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, dan Persema Malang seharusnya lebih intens menjalankan pembinaan. ''Kalaupun berkompetisi, cukup dengan sesama perserikatan,'' jelasnya.
Tidak seperti saat ini, tim-tim seperti Persebaya harus bingung mencari nama seperti Surabaya Muda dalam ajang Divisi III Regional Jatim. Sebab, nama Persebaya telanjur digunakan tim yang saat ini berlaga di Divisi Utama.
Di sisi lain, tim-tim Galatama idealnya tetap berjuang dengan cirinya sebagai tim swasta tanpa embel-embel APBD. ''Kalaupun nanti mereka kolaps, biarkan hukum alam yang menyeleksi,'' tegasnya.
Jika ternyata ada yang bubar atau pailit, toh selalu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Setidaknya, lanjut dia, gairah menggelindingkan roda sepak bola profesional tetap ada.
Dia lebih mencermati penggabungan kompetisi yang ada saat ini sebagai upaya untuk tetap memarakkan kompetisi di Indonesia. Pria yang mengidolakan mantan pelatih nasional Sinyo Aliandoe sebagai arsitek tim tersebut juga mengamini bahwa kompetisi reguler memang marak setiap tahun.
Tak jarang perhelatan sepak bola di Indonesia menjadi salah satu even primadona masyarakat. ''Tapi, tidak ada prestasi timnas yang seharusnya menjadi muara kompetisi itu,'' lanjut pria yang semasa aktif bermain berposisi sebagai pemain belakang tersebut.
Dari kondisi tersebut, Ferril lantas menyorot sistem kerja organisasi yang menangani sepak bola tanah air kurang berjalan sebagaimana mestinya. Begitu pula dengan tim-tim di Indonesia.
Nah, kondisi itulah yang kemudian menjadi awal kehidupan sepak bola yang selalu menjadi korban. Sebab, kelemahan tersebut lantas menjadi celah bagi sebagian pihak guna memanfaatkan sepak bola untuk kepentingan di luar olahraga tersebut.
Karena itu, dia berharap sistem kerja organisasi yang berkecimpung dalam sepak bola membenahi kinerjanya. ''Sistem kerja mereka harus shuttle,'' ujarnya. Dengan demikian, lanjut dia, kondisi tersebut akan banyak membantu perkembangan sepak bola Indonesia.
DATA
Lahir : 9 Agustus 1962
Karir Klub:
1976-1979 : Harapan Budi Setiawan (HBS), klub internal Persebaya
1980 : Niac Mitra
1980 : Tim Pra-PON Jatim
1980-1983 : Harapan Budi Setiawan (HBS), klub internal Persebaya
1983 : Persebaya
1983-1985 : Niac Mitra
1985-1995 : Petrokimia Gresik
1985 : Tim PON Jatim Jakarta
1989 : Tim PON Jatim di Jakarta (Runner-up)
Karir Timnas
1984-1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar