Minggu, 04 Desember 2011

Andik di Incar LA. GALAXY dan BENFICA


Karir gelandang serang Persebaya Surabaya Andik Vermansyah terus menanjak. Penampilan gemilang bersama tim nasional Indonesia U-23 di kancah SEA Games XXVI membuat Andik diincar banyak klub besar. Tidak tanggung-tanggung, kali ini yang membidik Andik adalah juara 32 kali Liga Portugal, SL Benfica.

Kabar ketertarikan Benifca kepada pemain 20 tahun itu terungkap dari media olahraga terkemuka Portugal A Bola. Berdasar situsnya yang dilansir kemarin (4/12), A Bola mengemukakan bahwa Benfica tergiur dengan skill tinggi yang dimiliki Andik. Terutama, waktu pemuda kelahiran Jember itu membela tim Indonesia Selection menghadapi LA Galaxy.Dalam laga persahabatan itu, Andik memang tampil cemerlang. Kecepatan, skill, dan penetrasinya membuat barisan belakang juara MLS Cup 2011 kesulitan. Bahkan, superstar Galaxy David Beckham terpaksa melakukan tekling keras kepada Andik.




Pelatih LA Galaxy tidak menampik jika pemain Indonesia kini menjadi salah satu kandidat untuk bisa memperkuat tim elit Amerika Serikat itu.Kemungkinan besar ia akan mencari pemain Indonesia, jika David Beckham tidak lagi memperkuat LA Galaxy. Artinya, Bruce Arena telah mempersiapkan pemain Indonesia untuk menggantikan Becks.

"If we lose Beckham, maybe we will see Indonesian player," katanya tadi malam. Pernyataan tersebut juga kembali ditayangkan di ESPN News pagi ini.Sebelumnya, Bruce Arena memuji permainan pemain Indonesia Selection Andik Vermansyah dan Greg Nwokolo. Menurut dia, kedua pemain ini kerap merepotkan pemain belakang LA Galaxy dengan skill individunya.

Pelatih kepala Galaxy Bruce Arena juga menyebut Andik sebagai bintang pertandingan yang diadakan di Gelora Bung Karno pada 30 November lalu itu. "Benfica sedang serius mengincar Messi-nya Indonesia," klaim A Bola.

Terkait dengan pertandingan itu ternyata, ada pemandu bakat asal Benfica yang terpicut dengan permainan Andik. biarpun belum ada pernyataan resmi dari Benfica terkait dengan rumor tersebut. Tetapi, saat dikonfirmasi, Andik sendiri mengaku sangat tersanjung dengan berita tersebut.

"Siapa yang tidak gembira jika diincar klub sekelas Benfica. Tentu rasanya sangat bangga karena sudah lama pemain dari Indonesia tidak berkiprah ke luar negeri," ucap Andik ketika dihubungi semalam.

Andik menambahkan, beberapa waktu lalu pihak Benfica memang menawarkan trial kepadanya. Namun, alumnus SMA Sejahtera Surabaya itu tidak sreg karena beberapa alasan personal. Tetapi, sekarang, kalau Benfica serius, Andik merasa sangat siap.
"Tentu banyak yang harus dipikirkan. Terutama mental, fisik, cuaca, makanan, dan bahasa. Kalau Benfica serius, saya juga akan serius mempersiapkan keberangkatan. Kalau gagal karena masalah fisik drop kan nggak enak rasanya," ujar dia.

Selain itu, Andik mengatakan, nilai kontrak akan menjadi pertimbangannya sebelum menerima pinangan Benfica. "Bukannya munafik. Kalau nilai kontraknya lebih sedikit daripada Persebaya, kan lebih baik di Surabaya saja," paparnya.

Trio Penyerang Skunder Timnas Indonesia


"Perubahan peran Greg Nwokolo, Boaz Salosa dan Patrich Wanggai"

Ketangguhan sebuah tim tidak semata karena mereka memiliki pertahan yang solid. Tapi mereka juga di wajibkan untuk memiliki visi penyerangan yang mampu bertahan dengan baik.

Melihat kondisi dan tipe para pemain timnas, maka saya coba sedikit mengotak-atik ide strategi bagi Timnas Garuda kita.

Kali ini timnas telah memiliki pemain Naturalisasi asal Nigeria,Greg Nwokolo. Yang saat bermain melawan LA Galaxy banyak di puji oleh Pelatih Bruce Arena. Bahkan pekan demi pekannya permainan Greg sangat baik menjadi striker di jatung pertahanan klubnya Pelita Jaya.

Timnas juga saat ini memiliki pemain lubang berbahaya, Boaz Sallosa dan Striker Patrich Wanggai yang memiliki dribbling bola yang baik serta sanggup bermain bertahan juga. Keduanya juga memiliki sasaran tembak yang sangat akurat.

Saya melihat, karater dari Greg , Boaz dan Wanggai sebenarnya akan TANGGUH, apabila bermain menjadi trio scond striker atau saya sebut dengan istilah striker skunder. Karena ketiganya nantinya memiliki ruang tembak dan kesempatan menembak yang akan jauh lebih banyak di bandingkan di patok sebagai bomber utama.

Karena strategi permainan 4-2-3-1 (yang saya anggap cocok untuk timnas), akan terlihat lebih dinamis dengan pendekatan taktik yang berbeda . Bila selama ini striker skunder di belakang penyerang utama di wajibkan sebagai penjemput dan pemberi umpan, kini taktik bagi timnas Garuda ini akan di buat berbeda, mereka juga akan semakin tajam dalam peluang eksekusi di depan gawang lawan.

Dan startegi saya ini, membuat peran stiker utama hanya berperan sebagai pemantul umpan bagi ketiga penyerang skunder (Greg, Boaz dan Wanggai). Dan saya melihat, apabila Sergio Van Dijk menjadi warga Negara Indonesia, maka perannya sangat cocok ia emban.

Apalagi Sergio selama bermain di klub Adelaide United,Australia sudah terbiasa dalam hal skema itu. Apabila tak ada Sergio, Cristian Gonzales pun dapan memerankannya, hanya saja kemampuan Gonzales tak sebaik Sergio dalam mengontrol bola-bola atas. Saya rasa strategi gaya permainan ini akan sangat tepat di terapkan bagi Timnas Garuda kita, selain tak terbaca oleh para lawan, taktik serangan ini juga akan sulit terbaca karena akan menciptakan banyak kombinasi titik serangan di depan gawang lawan. Strategi ini biasanya di terapkan di klub-klub seperti Newcastle United, Udinese dan Chelsea. Rezza Mahaputra Lubis untuk TotalfootballIndonesia

Kamis, 01 Desember 2011

Gol perdana Radja Radja Nainggolan di Seri A


Negara Indonesia pantas berbangga kepada Radja Nainggolan. Di tengah maraknya agenda naturalisasi yang diapungkan oleh PSSI, pemain berdarah Indonesia ini mampu mencetak gol di Liga Italia (Serie A).

Pemain berdarah Batak ini membawa klubnya, Cagliari menaklukkan Bologna 2-0, Minggu 31 Oktober 2010, dalam lanjutan Serie A. Radja mencetak gol kedua Cagliari pada menit 78 lewat tendangan voli kaki kiri.

Ini merupakan gol pertama Radja di Serie A. Sejak dipinjam dari klub Serie B, Piacenza pada Januari 2010, permainan gelandang 22 tahun ini semakin matang.

Bukan mustahil, gelandang bertinggi 177 cm ini akan memikat para pemandu bakat Serie A kelak. Sebelumnya, Radja sempat diincar AS Roma dan Fiorentina.


Gol pertama Cagliari dicetak Nene pada menit ke-51. Sukses mengalahkan Bologna membuat Cagliari meninggalkan papan bawah klasemen sementara, dan menduduki peringkat ke-13 dengan 10 poin. Sedangkan Bologna menempati posisi kedua dari bawah, karena baru meraih delapan poin.

Bahkan Dikutip dari Football-Italia, wakil presiden Milan Adriano Galliani tengah mengontak presiden Cagliari Massimo Cellino untuk mengungkapkan niatan Rossoneri memboyong Nainggolan.

Nainggolan bergabung dengan Cagliari pada Januari 2010 dengan status pinjaman dari Piacenza. Data dari Soccernet menunjukkan bahwa pemain berpaspor Belgia itu sejauh ini tampil 29 kali di Seri A dan mencetak dua gol.

Semoga dengan adanya kiprah pemain-pemain Naturalisasi di Timnas Indonesia, membuat pikiran Radja berpaling dan berminat memperkuat Timnas Indonesia. Karena hal itu masih dapat di mungkinkan berdasarkan peraturan FIFA terbaru, mengenai perubahan perpindahan warga negara

Sabtu, 07 Mei 2011

Klub VIse Belgia

Vise hanyalah sebuah kota kecil yang terdapat di wilayah Provinsi Liege, Belgia. Luas wilayah Vise tidak lebih dari 27,99 kilometer persegi. Dan berdasarkan survei yang dilakukan Januari 2006 jumlah penduduknya hanya sekitar 16.817 jiwa, yang sebagian besar penduduknya adalah perempuan (52,19%). Sementara sisanya adalah kaum pria (47,81%).

Meski tergolong kota kecil dengan penduduknya yang sedikit, kota Vise tidak mau ketinggalan dengan wilayah lain di Eropa dalam urusan sepakbola. Kota kecil ini bahkan sudah mempunyai klub sepakbola Cercle Sportive (CS) Vise, sejak 1924 silam.
Meski saat ini hanya bercokol di posisi kelima divisi II Liga Belgia, namun klub ini mempunyai infrastruktur yang bisa dibilang mumpuni.

Misalnya, Stadion De Ia Citi de loie yang berkapasitas 5.200 penonton serta akademi sepakbola yang punya 10 lapangan latihan.
Bukan itu saja, di Stadion Vise, terlihat banyak logo sponsor yang tertempel di dalam stadion. Hal ini membuktikan kalau klub ini begitu diminati sponsor meski hanya berada di strata kelas dua liga sepakbola Belgia.

Salah seorang direktur klub Vise mengatakan, meski menjadi klub kebanggaan warga Vise, klub ini sejak berdiri dikelola secara profesional alias tidak bergantung pada bantuan pemerintah. "Pemerintah setempat hanya meminjamkan lahan untuk lapangan berlatih di Vise Football Academie (VFA). Sementara stadion atau pengeolaan klub dijalankan secara mandiri," jelasnya.

Stadion Vise meski tidak sebesar stadion-stadion lain di Belgia, namun pengelolaanya bisa dibilang cukup oke. Misalnya, fasilitas yang disediakan untuk kenyamanan penonton dan para pemain.
Di dalam stadion, selain berjajar kursi penonton yang ada di samping lapangan, juga disediakan ruangan ber-AC untuk penonton kelas VIP dan bisnis. Di dalam ruang VIP dan bisnis ini terdapat bar yang menyediakan aneka minuman.

Untuk menikmati minuman, soft drink, bir, wine atau sampanye di sela-sela pertandingan, penonton harus menunjukan tiket. Jadi setiap tiket yang dibeli penonton yang harganya berkisar 7 euro (bisnis) dan 15 euro (VIP). Bila hanya membeli satu tiket, penonton bisa menukarnya dengan segelas bir, kopi, atau jus. Kalau beli dua tiket bisa menukarnya dengan segelas martini, whisky, wine, atau cognac.

Sementara kalau beli lima tiket bisa ditukar dengan sebotol sampanye.
Inilah salah satu cara pengelola klub dalam mencari uang, selain lewat sponsorship dan penjualan merchandise. Hal lain yang tidak kalah menariknya dalam soal pengamanan.

Tidak ada petugas keamanan di stadion dalam setiap pertandingan yang menggunakan seragam (uniform). Para polisi hanya memakai t-shirt yang dilapisi rompi sehingga tidak ada kesan angker di dalam stadion. Uniknya lagi untuk pengamanan pertandingan para polisi ini tidak dibayar oleh kub yang menggelar pertandingan kandang.

Bahkan untuk keperluan konsumsi mereka membekali diri masing-masing. Sebab tugas pengamanan pertandingan merupakan bagian dari tugas rutin mereka.
Kondisi ini tentu berbeda dengan kondisi di setiap pertandingan sepakboladi Indonesia. Kalau di Indonesia, dalam setiap pertandingan kandang, klub harus merogoh kocek puluhan juta rupiah sampai ratusan juta rupiah untuk biaya pengamanan yang melibatkan TNI atau Polri.

"Parahnya lagi, klub sudah mengeluarkan banyak uang tapi petugas jaganya seringkali meloloskan penonton tanpa tiket ke dalam stadion. Jadi klub-klub di kita tekor dua kali, " jelas salah seorang manajer klub sepakbola di Indonesia yang enggan disebutkan namanya.


Banyaknya pengeluaran klub yang mubazir dan seretnya pemasukan menjadi menjadi sebab utama banyak klub sepakbola di Indonesia yang megap-megap. Sekalipun klub tersebut masuk dalam divisi utama di Indonesia.

Kiper- Kiper Asing Yang Berkiprah di Liga Indonesia

Tidak seperti pemain di posisi lain, pemain asing yang berposisi penjaga gawang, sampai Liga Indonesia edisi 2009/2010 ini masih dapat dihitung jari. Salah satu penyebabnya, menurut gua sih, masih banyak pelatih kita yang percaya sama kemampuan penjaga gawang dalam negeri. Coba dibandingkan dengan jumlah kiper lokal yang bermain di liga Inggris, sampai sekarang kalau diliat penjaga gawang yang jadi staring line up cuma ada David James di Porstmouth, Chris Kirkland di Wigan Athletic, Joe Hart di Birmingham City, Robert Green di West Ham United, selebihnya kiper impor semua. Bukan hanya diposisi penjaga gawang utama, cadangannya pun impor semua. Coba lihat di Arsenal, Manuel Almunia dari Spanyol, Kiper keduanya, Lukasz Fabianski dari Polandia, dan kiper ketiga, Vito Mannonne dari Italia.

Hal ini juga yang sempat menjadikan Inggris krisis penjaga gawang, setelah David Seaman pensiun. Jadi masih untung Indonesia yang punya banyak penjaga gawang tangguh sebagai pilihan.

Balik lagi ke soal kiper asing yang jadi penjaga gawang utama di klub – klub Indonesia, inilah mereka :

1. Darryl Sinerine

Kiper asal Trinidad & Tobago ini, merupakan pionir penjaga gawang asing di liga Indonesia. Memperkuat Petrokimia Putra tahun 1994/ 1995, Liga Indonesia edisi perdana, Darryl menjadi andalan klubnya saat itu. Prestasinya membawa Petrokimia ke partai final liga Indonesia, yang saat itu masih bernama Liga Dunhill, walau kalah oleh Persib Bandung. Darryl bertahan beberapa musim di lndonesia, dan selalu menjadi pilihan dalam setiap laga perang bintang. Sebelumnya Darryl adalah penjaga gawang ketiga timnas Trinidad & Tobago.

2. Mariusz Mucharski

Bagian dari pertaruhan besar Persib Bandung. Mariusz datang sebagai bagian dari kuartet Polandia yang didatangkan untuk mendongkrak prestasi Persib pada tahun 2003. Kuartet tersebut terdiri dari pelatih Marek Andrez Sledzianowsk, Kiper Mariusz Mucharski, Gelandang Piotr Orlinski dan penyerang Maciej Dolega.

Ternyata, kuartet ini gagal mengangkat prestasi Persib, hanya kekalahan demi kekalahan yang Persib dapatkan. Sebagai bagian dari kuartet Polandia yang menjadi tumpuan harapan, Mariusz kena getahnya, padahal saat itu penampilannya bersama Piotr Orlinski cukup baik. Musim 2003/2004 merupakan musim pertama dan terakhir Mariusz.

3. Mbeng Jean Mambalou

Kiper asal Kamerun ini mengawali petualangan di Liga Indonesia dengan memperkuat Persija pada musim 1997/1998. Cekatan dan sulit ditaklukkan, menjadikan kiper ini andalan Persija selama beberapa musim. Lepas dari Persija, Mbeng Jean sempat memperkuat PSPS Pekanbaru dan PSMS Medan.

4. Zhen Ceng


Kiper yang mengecat pirang rambutnya ini, didatangkan dari klub Wuhan Huanghelou Cina, pada era kepelatihan Jacksen F Tiago di Persebaya. Berusia 18 tahun saat datang tahun 2005 ke Persebaya Surabaya, Cheng Zhen merupakan mantan kiper tim Olimpiade Cina. Karirnya berlangsung singkat di Liga Indonesia, karena selepas dari Persebaya semusim, Cheng Zhen pulang kembali ke Cina.

5. Evgheni Hmaruc

Kiper Timnas Moldova ini didatangkan oleh Persija pada musim 2007/2008. Menjadi andalan Persija dalam 37 pertandingan di musim itu. Penampilannya cukup menjanjikan. Hanya saja Chmaruc tidak bertahan lama. Petualangannya di Liga Indonesia hanya satu musim saja. Kini Chmaruc bermain untuk Nistru Otaci di Liga Moldova.

6. Sinthaweechai “Kosin” Hathairattanakool


Agaknya cuma ada 3 kiper asing yang sukses malang melintang di Liga Indonesia. Setelah Darryl dan Mbeng Jean, kiper timnas Thailand, Kosin adalah penerus mereka. Pandai membaca bola, penempatan posisi yang baik, dan tangguh dalam situasi one on one, Kosin langsung menjadi idola pada musim pertamanya bersama Persib Bandung musim 2006. Bahkan kaum hawa pun mengidolakannya. Bahkan Kosin menjadi pemain pilihan utama dalam poling SMS penentuan pemain skuad perang bintang 2006.

Pada musim 2009/2010, Kosin kembali bergabung bersama Persib Bandung bersama rekannya Suchao Nuntcnum. Kosin yang mengganti namanya menjadi Sinthaweechai Hathairattanakool, mampu menghadirkan kembali penampilan apiknya bersama Persib, dan menjadi bagian tak terpisahkan Persib Bandung. Namun ternyata musim ini Kosin hanya tampil sampai putaran pertama, karena statusnya hanya pinjaman dari klub Chonburi FC Thailand.

Rabu, 06 April 2011

Project Perdana Sepak Bola Timor Leste

Goal Project: FIFA Kuncurkan 1.500.000 Dolar AS Untuk Federasi Sepak Bola Timor Leste. Meski belum memiliki liga profesional, masa depan sepak bola Timor Leste sangat cerah. Federacao Futebol Timor Leste (FFTL) tengah mempersiapkan sepakbolanya melalui berbagai infrasturktur yang didukung FIFA lewat Goal Project.

Goal Project pertama adalah pembangunan kantor FFTL. Dengan biaya 400.000 dolar AS (Rp 3.512 miliar) dari FIFA, kantor FFTL berdiri megah di ibukota Timor Leste, Dili. Setelah enam bulan membangun kantor FFTL, langsung dilanjutkan oleh GoalProject II, yakni membangun Xanana Sports Center, yakni training camp untuk tim nasional dari federasi yang baru bergabung dengan FIFA pada 2005 ini. Untuk pembangunan pemusatan latihan timnas yang bisa menampung 26 pemain ini, FIFA mengucurkan dana 400.000 dolar lagi.

Pada Senin dan Selasa, 14-15 Maret kemarin, Presiden FIFA, Sepp Blatter berada di Dili untuk meresmikan dua bangunan tersebut. Bukan hanya itu, Blatter juga meletakkan batu pertama pembangunan stadion dengan rumput sintetis dalam Goal Project III. Stadion yang berada persis di belakang kantor FFTL dan Xanana Sports Center tersebut didanai FIFA sebesar 500.000 dolar AS.

“Pembangunan stadion ini akan dibantu oleh konsultan ahli dari Jerman. Tentu kami berharap proyek ini semua akan menjadi awal dari kemajuan sepak bola Timor Leste,” kata Francisco Kalbiadi Lay, Presiden FFTL, yang merancang sendiri kantor dan Xanana Sports Center tersebut.
Jika stadion kelar, FIFA rencanannya akan melanjutkan mendukung FFTL pada Goal Project IV, yakni melengkapi stadion dengan lampu-lampu agar layak dipakai untuk timnas pada malam hari. Setelah itu, proyek kelima adalah membangun 14 kantor pengurus FFTL di seluruh Timor Leste.
Berbagai proyek tersebut terecana sangat baik. FIFA memang tak segan-segan untuk terus memberikan dana melalui Goal Project. Catatanya Goal Project pertama tentu berjalan dengan baik seperti juga yang terjadi di negara-negara lain termasuk Laos dan Myanmar.
Dampaknya sepak bola di dua negara tersebut pun berkembang cepat karena alokasi GoalProject dipakai secara benar dan tepat sasaran. Hasilnya, timnas U-16 kita pun belakangan ternyata tidak bisa menang saat melawan mereka.

Bagaimana dengan Goal Project kita? Tahun 2003, Indonesia juga pernah mendapatkan Goal Project, tapi proyek tersebut ternyata tidak pernah jalan dan tidak ada kejelasan. “Permasalahan pada Goal Project di Indonesia adalah soal tanah. Kami tidak bisa mendukung jika tanahnya bukan milik PSSI,” kata David Borja, Senior Manager Development Progammes Asia, yang memang bertanggung jawab pada Goal Project Asia

Jumat, 25 Maret 2011

Ribut Waidi Si Legenda Yang Menghilang


Nama Ribut Waidi menjadi fenomena pada tahun 1987 fenomenal. Pemain asal kota kecil Pati (5 Desember 1962), Jawa Tengah ini menjadi pahlawan Indonesia di SEA Games. Tampil di final melawan musuh bebuyutan Malaysia, Ribut mencetak gol tunggal yang mengantarkan Indonesia meraih emas. Saat itu jutaan pasang mata menyaksikan kepiawaian Ribut dalam mengolah si kulit bundar dan menyelamatkan tim nasional di depan publiknya sendiri. Ribut pun diarak mengelilingi lapangan. Itulah kenangan yang paling tak terlupakan bagi Ribut. Saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan, jantung Ribut ikut bergetar. Ia tak kuasa menahan air mata.

"Meski saya anak ndeso, saya sudah ikut memberikan yang terbaik bagi bangsa ini melalui sepak bola," kata Ribut.
Padahal, kehadiran Ribut sempat diperdebatkan. Meski mengantarkan PSIS Semarang menjadi juara Perserikatan, namun ia dinilai tak layak masuk tim nasional. Banyak yang beranggapan pemain Galatama yang rutin menjalani pertandingan setiap pekan yang lebih pantas di timnas. Namun, pelatih Sartono Anwar yang menangani PSIS saat menjadi juara Perserikatan bergeming dengan keputusannya. Ribut memang melejit ketika PSIS menjadi juara Perserikatan 1987.

Sebagai tim pendatang baru di kancah Perserikatan, PSIS mampu lolos 6 Besar yang berlangsung di Jakarta bersama PSMS Medan, Persija Jakarta Pusat, Persipura Jayapura, Persib Bandung dan Persebaya Surabaya. Diarsiteki Sartono, lahirlah nama-nama yang menghiasi timnas seperti kiper FX Cahyono, Budi Wahyono, Budiawan Hendratmo, Achmad Muhariyah, Syaiful Amri, Eryono Kasiha dan Ribut sendiri.
Saat itu, semua tim yang lolos ke 6 Besar diperkuat para pemain langganan timnas. Persib misalnya memiliki Robby Darwis, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar. Namun mereka dihajar PSIS 1-0. Persija yang diperkuat Patar Tambunan, Marzuky Nyak Mad, Azhary Rangkuty, Aditya Darmadi, Tony Tanamal juga dihabisi dengan skor telak 3-0.

Lawan PSIS di Final dalam Stadion Gelora Bung Karno, Senayan adalah Persebaya yang diperkuat Budi Yohanis, Putu Yasa, Syamsul Arifin, Muharom Rosdiana, Yusuf Ekodono, Mustaqiem. Dalam final dramatis itu, tim berjuluk ‘Mahaesa Jenar’ menang tipis 1-0 lewat gol Syaiful Amri. Ribut juga dinobatkan sebagai pemain terbaik pada pertandingan itu.

Di era Ribut, PSIS juga memiliki julukan baru, yaitu jago ‘lapangan becek’. Maklum, PSIS terbiasa bermain di lapangan yang sering becek dan berkubang. Menariknya, setiap kali bermain dengan kondisi hujan dan lapangan becek, PSIS selalu menang

Jajal PSV Eindhoven

Saat di masa membela tim Merah Putih di berbagai ajang kompetisi, seperti Piala Kemerdekaan, kualifikasi Piala Asia, serta Pra-Piala Dunia. Bahkan dia sempat menjajal salah satu tim papan atas liga sepakbola Belanda (Eredivisie), PSV Eindhoven pada Juni 1987.

Timnas yang saat itu tengah dipersiapkan tampil di ajang Pra Piala Dunia beroleh kesempatan berujicoba dengan tim yang diperkuat para pemain bintang Belanda. Beberapa diantaranya, Ronald Koeman, Ruud Gullit dan Marco van Basten. Ribut mengaku, laga tersebut menjadi pengalaman tak terlupakan berikutnya.

Berbeda dengan eranya, menjadi pemain sepakbola saat ini menurutnya sangat menjanjikan. Selain bergaji tinggi, fasilitas yang diterima sangat luar biasa. "Berbeda sekali dengan saat saya masih bermain dulu. Bisa memperkuat salah satu tim saja sudah sangat bangga meski dibayar sedikit," katanya sambil tersenyum.

Namun demikian, dia mengaku jika saat ini sepakbola tanah air sudah bertambah maju. Sepakbola menurutnya kini sudah menjadi sarana hiburan yang semakin memikat. Dia hanya berharap, kepada mereka yang memutuskan berkarir di sepakbola untuk terus meningkatkan keterampilan yang dimiliki.

"Kuncinya, jangan cepat puas atas prestasi yang dicapai," kata Ribut yang setiap akhir pekan menjadi pelatih ekstrakurikuler sepakbola di SMAN 7 Semarang ini.

Untuk mengingat jasa serta pengabdiannya kepada bangsa dan negara serta Kota Semarang, Pemerintah Kota Semarang bahkan mendirikan patung Ribut Waidi sedang menggiring bola di Jalan Karang Rejo, jalur utama menuju Stadion Jati Diri, Semarang, serta Asuransi Seumur Hidup PSSI yang hanya cuman Rp 100.000 per bulan.Setelah pensiun dari dunia sepak bola, Ribut Waidi bekerja sebagai karyawan di Pertamina Jateng.

KANCRUT NYA PSSI

SETELAH hampir tiga bulan kisruh, ada baiknya kita kembali dulu ke sumber segala permasalahan. Apa sih sebenarnya urusan utama sepak bola nasional kita, khususnya sebagai salah satu anggota federasi dunia FIFA?

Statuta FIFA mengatakan, kewajiban pertama anggotanya adalah mematuhi semua ketentuan dalam statuta, peraturan, petunjuk, dan keputusan dari badan-badannya termasuk CAS (Badan Arbitrase Olahraga).

Salah satu dari enam kewajiban anggota berikutnya, ambil bagian dalam kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan oleh FIFA. Dua jenis kompetisi FIFA yang paling penting adalah Piala Dunia dan Olimpiade.

Sampai di sini pertanyaan sudah bisa kita ajukan kepada PSSI, organisasi sepak bola nasional yang oleh FIFA diakui sebagai badan satu-satunya yang mewakili Indonesia. Adakah PSSI mematuhi semua statuta dan regulasi FIFA? Dan, adakah PSSI selalu mengirimkan tim nasionalnya untuk ikut serta dalam perebutan tiket ke Piala Dunia dan Olimpiade?

Mari kita lihat dulu jawaban dari pertanyaan yang kedua. PSSI memang tidak pernah absen mengirimkan timnas ke dua arena laga terpenting itu. Tapi, kita pun semua tahu bagaimana hasilnya. Semua tim Garuda yang dikirim ke kompetisi tersebut belum pernah bisa memuaskan harapan kita.
Ambisi semua kepengurusan PSSI sejak masih dipimpin Suratin untuk mengikuti jejak tim Hindia Belanda (timnas sebelum Indonesia merdeka) ke Piala Dunia 1938 di Prancis hanya mimpi indah yang tidak pernah bisa menjadi kenyataan.

Di arena Olimpiade, semua tim Merah Putih juga belum mampu mengulang sukses Ramang, Tan Liong Houw dan kawan-kawan lolos dari babak kualifikasi Asia dan bertarung pada Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia.

Dalam delapan tahun terakhir PSSI dipimpin Nurdin Halid, hasilnya sama buruknya. Di babak perebutan tiket ke Piala Dunia maupun Olimpiade, prestasi timnas tetap jeblok. Terakhir, timnas U-23 asuhan pelatih Alfred Riedl digebuk Turkmenistan 1-3 di Palembang dan 0-1 di kandang lawan.
Data yang sangat layak dan relevan untuk ditambahkan guna menilai kepemimpinan Nurdin adalah kegagalan timnas U-23 di semua SEA Games sejak 2003 sampai 2009. Bahkan, untuk Asian Games 2010 di Guangzhou, timnas U-23 dianggap tidak pantas untuk masuk dalam Kontingen Indonesia bentukan KONI/KOI.

Demikian pula dengan hasil perjuangan timnas senior. Mereka bukan hanya kembali gagal dalam kancah persaingan menuju gelanggang prestisius Piala Dunia 2006 maupun 2010. Timnas utama itu juga patah di tengah jalan menuju putaran final Piala Asia 2011 dan kalah bersaing melawan Malaysia pada final Piala AFF 2010.

Satu-satunya gelar juara yang bisa direbut pasukan PSSI hanyalah pada Piala Kemerdekaan 2008. Tapi, ini adalah hasil yang PSSI sendiri justru tidak ingin dipublikasikan atau diingat-ingat lagi. Maklum, mereka mendapatkannya lewat cara yang kotor.

Itu terjadi pada final Indoensia melawan Libia. Pada masa istirahat dengan skor 0-1 untuk tim tamu, seorang asisten pelatih kita memukul pelatih tamu dari negeri Muamar Khadafy itu. Akibatnya, Libia tak mau melanjutkan pertandingan, dan Indonesia pun dinyatakan menang WO 3-1.

Kesimpulannya, semua tim bentukan PSSI di bawah Nurdin tak pernah mampu mengangkat harkat dan martabat sepak bola Indonesia. Tapi, dalam kondisi seburuk itu Nurdin dan kawan-kawannya – entah dengan ukuran apa -- merasa dirinya berhasil. Maka Nurdin dan wakilnya, Nirwan Bakrie, bertekad untuk kembali terpilih dalam kongres PSSI mendatang.

Saya ingin sekali lagi menyatakan bahwa logika dan etika mereka memang berbeda dengan orang-orang normal. Orang lain umumnya merasa risih atau malu ketika gagal dan karena itu mundur. Tapi, Nurdin dan Nirwan dengan sikapnya yang anomalis itu sungguh bisa menjadi contoh orang-orang yang tidak normal.

Perkembangan terakhir malah menunjukkan PSSI di bawah kekuasaan duet Nurdin-Nirwan terperosok ke dalam pusaran logika dan etika aneh berikutnya. Ini terkait dengan urusan hasil Komite Banding PSSI yang telah sampai ke kantor FIFA di Swiss. Para penguasa PSSI itu menganggap Dubes RI di Swiss Djoko Susilo dan Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo setelah bertemu Presiden FIFA Sepp Blatter telah menyebarkan kabar burung.

PSSI, seperti terbaca, terdengar, dan terlihat dari statement Sekretaris Jenderalnya, Nugraha Besoes, membantah Blatter telah bertemu dan mengutarakan pendapatnya kepada Djoko dan Rita, baik tentang Nurdin yang tidak boleh menjadi balon ketum lagi, maupun tentang keputusan Komite Banding yang membatalkan pencalonan seluruh empat balon ketum dalam kongres PSSI mendatang.

Pernyataan emosional Nugraha menambah kesan kalap sikap PSSI. Padahal, Blatter hanya mengutip apa yang telah diputuskan oleh Komite Banding PSSI. Artinya, PSSI membantah hasil kerja tim yang secara resmi dibentuknya sendiri untuk maksud khusus tersebut.

Apakah artinya ini kalau bukan PSSI sudah jeblok, terperosok pula dalam logika dan etika yang semakin tidak keruan? Pernyataan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham yang akan membela Nurdin karena dianggap “telah dizalimi” pun hanya memperdalam keterporosokan itu karena menarik lebih jauh urusan sepak bola ke ranah politik.

Sebaiknya dicermati, bagian lain dalam statuta FIFA mengatakan, diskriminasi politik (juga etnik, jender, bahasa, dan agama) adalah “strictly prohibited and punishable by suspension or expulsion” (dilarang keras dan bisa dikenakan hukuman skorsing atau pemecatan).

Kini tergantung kepada Nurdin, Nirwan, dan PSSI yang sejauh ini masih mereka kuasai. Apakah, demi melanjutkan kekuasaan, ingin lebih terperosok ke dalam pertikaian yang tidak lagi berada di jalur sepak bola murni? Atau kembali ke jalan yang benar: mematuhi semua ketentuan dalam statuta FIFA.