Pada awal tahun 1973, keseblasan asal Jerman Barat, St. Pauli, yang masih bersetatus semipro pernah berkunjung ke indonesia. Pada pertandingan awal disenayan melawan Timnas Senior, St.Pauli digasak langsung dengan skor 4-2. Timnas pada saat itu dihuni oleh iswadi idris, judo hadianto, Risdianto dan andi lala.
Kemudian dalam lawatannya ke Surabaya, mereka berhasil menundukkan Persebaya Surabaya 4 -2, Kesebelasan St. Pauli saat bertandang ke Medan berhasil memulihkan gengsi sepakbola Jerman Barat dengan menembus gawang PSMS Medan yang dikawal kiper ke 2 nasional, Ronny Pasla dengan setengah lusin gol 6-0 tanpa balas.
Bisa menghajar PSMS sebagai Juara PSSI dan Pemenang Piala Presiden Soeharto di kandangnya sendiri dengan skor telak memang merupakan suatu hal yang tidak mudah pada saat itu. Karena di tahun era 70’ PSMS terkenal garang di Kandangnya. Walaupun kalah juga tak pernah lebih dari skor 2-0. PSMS pada saat itu tidak menurunkan penyerang Tumsila dan poros-halang Anwar Ujang yang terkadang dipasang sebagai bek kanan. Mungkin tanpa kehadiran dua andalan PSMS ini, menjadikan serangan barisan utama Medan menjadi tumpul dan benteng pertahanannya menjadi rapuh.
Sementara digantinya penjaga gawang Larsen oleh Lange menjadi titik balik permainan st. Pauli. Klub jerman ini menerapkan taktik permainan pendek dengan aksi bintang mereka René Martens yang berhasil menjinakkan Sukiman cs dan kawan-kawan. Terlihat sekali Kesebelasan PSMS tanpa dua pemain inti tersebut menjadi kehilangan bobot? Dan cerita yang berkembang bahwa setelah Juara Piala Presiden Soeharto, tim PSMS terus di buru pujian atas prestasi, yang menjadikan anak-anak Medan menjadi jenuh dan jemu bersepakbola.
Dan ada lagi satu faktor yang nampaknya lebih dekat pada kebenaran: bahwa diera masa lalu semangat pertandingan "persahabatan" agaknya kurang bisa membangkitkan fanatisme daerah.Faktor yang selama ini amat menentukan Kesebelasan Medan bermain dengan kegairahan dan haus kemenangan di era jayanya . Kekalahan 6 gol tanpa balas ternyata lebih tepat dinilai sebagai pelajaran ulangan bagi Kesebelasan PSMS bahwa semangat dan kemauan bisa mengimbangi teknik untuk mencapai suatu kemenangan, sementara teknik yang rendah tanpa semangat dan kemauan yang keras hanya lebih tepat menjadikan PSMS dimangsa lawan. Dan faktor ketrampilan teknis inilah yang agaknya menempatkan Kesebelasan PSMS tidak konsisten dalam prestasi internasionalnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai wakil PSSI. Walaupun pada saat itu kemampuan tim PSMS sangat memungkinkan untuk menjadi keseblasan yang tangguh di kawasan ASIA.
Bagaimana dengan era saat ini. Kalau kita melihat sklil dan teknik saja tidak lah cukup untuk memenangi sebuah pertempuran dalam sepakbola. Ambil contoh saja Korsel, Korut dan Japan. Mungkin secara teknik Individu pemain-pemain kita macam Boaz Sallosa, Oktomaniani atau Andik Virmansyah tak kalah individunya. Tapi coba kita renungkan mengapa mereka bisa lebih pesat kemajuan sepakbolanya?? Intinya Konsisten, focus dan tak puas diri menjadi kelebihan individu mereka. Dan kisah dari kehadiran klub asal Jerman barat ini, , St. Pauli tentunya bisa kita petik manfaatnya bagi kemajuan sepakbola nasional. Rezza Mahaputra Lubis- Totalfootballindonesia.blogspot
makasih infonya
BalasHapusBerita Liga Inggris